[Freelance] Contented (Part 1)

Contented

Title                       : Contented (Chapter 1)

Author                  : Hime Lee

Cast                       : SNSD’s Yoona, EXO’s Sehun

Genre                   : Romance, high school life

Category              : Chaptered

Length                  : 3,987 words

Musik berdentum memenuhi setiap sudut sekolah. Semua mata tertuju pada panggung megah di tengah lapangan basket. Sorak-sorak kagum mewarnai suasana siang itu, turut mengiringin anggota klub dance yang sedang menampilkan penampilan terbaik mereka.

Namun pandangan Sehun hanya tertuju pada satu sosok, dan akan selalu tertuju pada sosok itu. Ia mengagumi bagaimana sosok itu seolah-olah tenggelam dalam musik yang berdentum, gerakan-gerakan mengagumkan begitu mudahnya mengalir dari tubuhnya. Dancing is part of her life; it runs in her blood. Mata Sehun tidak pernah lepas dari senyum gadis itu ketika ia menari. Dia seperti sedang berada di dunianya sendiri, dunia yang ia bangun sebagai tempatnya menjadi diri sendiri dan bahagia dengan apa yang ia lakukan.

Penampilan klub dance diakhiri dengan pose yang berhasil membuat seluruh penonton bersorak riuh. Yoona melemparkan senyum terlebarnya, perlahan melepaskan diri dari pelukan Donghae, seniornya, dan membungkukkan badan bersama anggota lainnya. Penampilan mereka hari ini benar-benar sukses! Para murid baru benar-benar terpukau.

“Whoa…” Siulan kekaguman meluncur dari bibir seseorang di samping Sehun. Sehun hanya memutar bola matanya, malas menanggapi apapun komentar yang akan diucapkannya.

“You’re such a lucky bastard, man. Perbuatan baik apa yang pernah kau lakukan hingga kau berhak mendapatkan perempuan seperti Yoona?!” Chanyeol menatap Sehun dengan mata lebarnya, membuat Sehun harus mendorong wajah itu jauh-jauh dari wajahnya.

“Jangan macam-macam. Aku sudah sejak tadi ingin membunuh murid-murid baru yang menatap Yoona dengan ‘lapar’, kau jangan membuatnya semakin parah,” Sehun menggerutu.

Chanyeol terkikik. “Well, apa yang bisa kau lakukan? Yoona sangat memukau, kau tahu? Apalagi jika sedang menari.”

Sehun mengamini dalam hati. Apa yang dikatakan Chanyeol seluruhnya memang benar. Tetapi kemudian perhatiannya teralih ketika Yoona mulai menuruni panggung. Ia menjulurkan lehernya panjang-panjang. Tidak butuh waktu lama bagi Yoona untuk mengangkat wajah dan beradu pandang dengannya. Keduanya pun saling melempar senyum. Yoona melompati dua anak tangga terakhir dan langsung berlari ke arah Sehun.

“Uff!” Sehun menahan dorongan tiba-tiba ketika Yoona ‘menyerangnya’.

“Kau begitu merindukanku, ya?” Sehun menunduk menatap gadisnya dan memamerkan seringaian andalannya.

“As if you don’t,” dengus Yoona.

Tidak ada kata-kata yang keluar dari keduanya setelah itu. Bibir mereka sedang disibukkan dengan sesuatu. Sehun menciumnya dalam-dalam, seakan memberi peringatan kepada murid-murid baru berotak kotor itu jika Yoona adalah gadisnya, miliknya. Yoona meraih tengkuk Sehun dan membawa wajahnya mendekat, membalas ciuman Sehun dengan sama intensnya. Beberapa orang disekeliling mereka mulai bersiul-siul menggoda.

“Yah! Kau pikir dunia ini milik kalian berdua?!” Sebuah suara baritone menginterupsi ciuman tersebut. Sehun menarik wajahnya begitu mengenali suara tersebut. Ia memutar kedua bola matanya sebelum membalikkan tubuh; tangan kirinya merangkul bahu Yoona dengan sangat natural.

“Bisakah kau berhenti mengganggu kami berdua dan lebih memerhatikan pacarmu sendiri, Hyung?” protes Sehun.

Kakak Sehun yang tidak lain adalah Donghae, hanya mengangkat bahunya. Ia justru beralih ke Yoona dan tersenyum padanya. “Kau begitu luar biasa di atas panggung, Yoong.”

Yoona tersenyum riang. “Terima kasih, Oppa! Kau juga sungguh menakjubkan. Bisa kubilang ini adalah salah satu penampilan terbaikmu.”

Donghae mengangkat tangan kanannya dan Yoona langsung menyambutnya dengan sebuah high-five keras. “Kuharap kalian bisa lebih baik lagi di kompetisi bulan depan,” ujar Donghae.

“Tentu saja!”

“Dan kuharap adik kecilku ini tidak akan cemburu jika kita harus lebih sering bertemu denganmu untuk melatih kalian,” Donghae melirik Sehun dan menyeringai jahil.

Sehun mendengus. “Yang benar saja. Semua orang di sini tahu jika di antara kita berdua, Hyung-lah yang paling mudah cemburu.”

“Teruslah berbicara seperti itu pada kakakmu dan akan kupastikan kau tidak mendapatkan nilai A di ujian besok.”

Sehun mendengus. “Tidak akan terjadi, Hyung. Itu sangat tidak mungkin.”

Yoona terkikik. Ia melingkarkan tangannya di pinggang Sehun dan mencium pipi kirinya. “Tentu saja. Sehun-ku kan jenius.”

Donghae, Chanyeol, dan beberapa teman Sehun yang menglilingi mereka hanya memutar bola mata, muak melihat kelakuan pasangan yang tidak pernah tahu tempat ini.

 

“Im Yoona! Berani-beraninya kau tertidur saat kau bahkan belum menyentuh bukumu sama sekali!” Sehun memukul kepala Yoona pelan dengan gulungan buku. Yoona menguap lebar, mengangkat kepalanya dari meja belajar.

Pasangan mesra itu kini sedang berada di perpustakaan pribadi keluarga Im. Sehun menawarkan diri untuk membantu Yoona belajar fisika untuk ujian esok hari. Namun sepertinya kedatangannya sia-sia. Sejak satu jam yang lalu, nyatanya hanya Sehun yang benar-benar belajar.

Berbeda dengan Sehun yang selalu mendapatkan peringkat pertama di sekolah mereka, Yoona harus berusaha jauh lebih keras agar lulus ujian. Bukan berarti Yoona bodoh, Im Yoona adalah seorang jenius, hanya saja ia tidak suka dengan pelajaran di sekolahnya. Yoona merasa kedua orang tuanya sudah melakukan kesalahan dengan memasukkannya ke sebuah prep school kenamaan di Seoul, sekolah yang mempersiapkan semua muridnya untuk memasuki universitas-universitas terbaik di dunia. Ia tidak merasa ia berada di tempat yang tepat. Yoona selalu iri dengan teman-temannya yang memasuki sekolah seni, tempat mereka bisa mengekspresikan diri lewat tarian, lagu, atau karya seni lainnya.

Sehun sangat mengerti Yoona dan keengganannya dalam belajar. Tetapi tetap saja, gadis itu harus lulus ujian agar bisa melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

“Aku sudah mengerjakan beberapa contoh soal. Kau hanya harus mempelajarinya dan aku akan memberikanmu beberapa soal yang mirip dengan soal itu.” Sehun melancarkan cara terakhirnya. Kalau ia tidak bisa membuat Yoona tekun belajar, paling tidak ia bisa membuat Yoona mengerti beberapa hal.

Yoona menguap bosan, menyingkirkan buku yang baru saja diulurkan Sehun. “Oh, ayolah, Sehun. Aku tidak akan membutuhkan ini semua di universitas nanti. Aku hanya perlu menari hingga akhir hidupku.”

Sehun mendesah panjang. Ia menatap Yoona dengan intens. “Kau yakin kau akan melanjutkan ke Juilliard?”

“Tentu saja!” jawab Yoona cepat, tanpa berpikir. “Juilliard sudah menjadi mimpiku sejak aku masuk sekolah dasar.”

“Masih banyak major lain yang bisa kau masuki, Yoong. Hukum, mungkin? Atau Bisnis dan Manajemen agar ayahmu tidak perlu pusing mencari penggantinya untuk mengurusi perusahaan?” Sudah tidak terhitung berapa kali Sehun mencoba membujuk Yoona. Bagi seseorang seperti Sehun yang memilih Massachusetts Institute of Technology (MIT) sebagai tempatnya melanjutkan sekolah, gagasan memasuki Juilliard, sekolah seni paling terkenal di dunia, adalah sebuah gagasan yang konyol. Bagaimana seseorang bisa menjalani kehidupan dengan hanya bergantung pada seni? Sehun ingin Yoona lebih membuka matanya lagi, bahwa masih banyak pekerjaan lain yang akan lebih menjamin kehidupannya kelak.

Yoona memajukan tubuhnya mendekat ke arah Sehun, dengan manja melingkarkan kedua tangannya di lengan pria itu dan menyandarkan kepalanya di pundak Sehun. “Berapa kali kita membicarakan hal ini, Sehun? Aku akan pergi ke Juilliard dan itu adalah keputusan final.”

Lagi-lagi Sehun mendesah panjang. Apa yang bisa ia lakukan jika Yoona sudah mulai manja-manja begini?

Yoona menatap wajah kekasihnya yang saat ini dihiasi beberapa kerutan di dahinya. Ia mengangkat ibu jarinya dan membelai kerutan itu. Kerutan di dahi Sehun hilang seketika dan Yoona pun tersenyum puas.

“Lagipula, jarak kedua universitas kita tidak begitu jauh. They’re only 3 hours away.”

“3 jam 29 menit, dengan jarak 211,3 mil,” koreksi Sehun cepat, walaupun sebenarnya jarak bukanlah hal yang paling ia khawatirkan.

Yoona memberikan sebuah kecupan ringan di bibir Sehun. “Kau tidak perlu khawatir, kau tahu? Kita tetap akan bisa bersama.”

Sehun mengembuskan napas. Lagi-lagi Yoona salah mengartikan keresahannya. “Yoona, bukan itu yang aku-“

Belum sempat Sehun menyelesaikan ucapannya, Yoona sudah memotongnya dengan sebuah kecupan di bibir. Walaupun masih ada hal yang mengganjal, Sehun pun membalas ciuman itu dengan sama hangatnya.

“Makan malam sudah siap, Nona.” Sebuah suara di belakang mereka berdua membuat Yoona otomatis melepaskan ciuman mereka.

“Oops…” katanya tersipu. Sehun terkekeh. Ia mengacak rambut Yoona dengan gemas sebelum berdiri dan mengulurkan tangannya.

“Ayo, aku sudah sangat lapar.”

Yoona menyambut uluran tangannya dan keduanya pun berjalan bersama menuju ruang makan di lantai bawah.

Di meja makan, kedua orang tua Yoona sudah menunggu. Ibu Yoona tersenyum lembut melihat Sehun dan putrinya. Pemandangan seperti ini bukan lagi pemandangan asing di kediaman keluarga Im. Sudah tidak terhitung lagi berapa kali Sehun makan malam di rumah itu. Kedua orang tua Yoona pun menganggap Sehun seperti anak mereka sendiri. Tidak seperti kebanyakan orang tua teman-teman Yoona yang tidak mendukung hubungan anak-anak mereka, orang tua Yoona sangat menyukai Sehun yang santun. Ia selalu meminta izin jika ingin mengajak Yoona pergi, dan menjaga tangannya untuk tidak menyentuh Yoona secara tidak pantas di depan kedua orang tuanya.

“Well, well, well, look who’s here,” ayah Yoona melipat korannya untuk menyapa Sehun. Sehun membungkukkan badan dengan hormat.

“Kalian baru saja belajar?” tanya ibu Yoona.

Yoona meringis lebar. “Tepatnya aku yang menemani Sehun belajar,” jawabnya tanpa rasa bersalah.

Ibu Yoona mendecakkan lidah. “Kau harusnya malu, Yoona. Sehun selalu berada di peringkat teratas sementara kau sebagai kekasihnya tidak pernah masuk jajaran itu.”

“Oh, please,” Yoona memutar bola matanya. “Sehun seharusnya bangga memiliki kekasih dengan kemampuan dance terbaik di sekolah.”

Sehun mengeluarkan suara seperti dengusan, membuat Yoona menatapnya tajam dan memukul bahunya. “Yah!”

Kedua orang tua Yoona tertawa.

“Bagaimana kabar kedua orang tuamu?” tanya ayah Yoona memulai pembicaraan.

“Mereka berdua sehat. Abeoji masih sibuk dan Eomoni selalu mengikuti ke mana Abeoji pergi.”

“Kudengar LION Tech baru saja menandatangani kontrak untuk 100 armada kapal perang.”

Sehun mengangguk. “Ya, itu benar, Mr. Im.”

“Can we stop the bussiness talk? Aku ingin menikmati makan malamku,” Yoona memotong sebelum Sehun dan ayahnya terlibat pembicaraan yang makin serius.

Ayah Yoona mengacak puncak kepala Yoona gemas sementara Sehun hanya menggelengkan kepala, sebuah senyum geli mengihasi wajahnya. Setelah itu, mereka berempat melanjutkan acara makan malam dengan hangat seperti sebuah keluarga bahagia.

 

Penjelasan guru di depan kelas bagai angin lalu di telinga Sehun. Kedua matanya menatap lurus-lurus ponsel di tangannya yang ia sembunyikan di bawah meja. Kerutan dalam terbit di dahinya.

Ia belum melihat Yoona seharian dan ia sangat khawatir. Yoona tidak mengangkat teleponnya, terlebih membalas pesannya. Yang membuat ia lebih khawatir lagi adalah fakta bahwa hari ini ada ujian Kimia Unsur di kelas Yoona. Semalaman ia sudah membantu kekasihnya itu untuk menghafalkan unsur-unsur dalam tabel periodik yang –mengutip kata-kata yoona—membuat kepalanya hampir pecah.

Krystal, sepupu Yoona sekaligus teman sekelasnya, sudah berusaha membantu Sehun dengan mencari Yoona di setiap sudut sekolah. Kamar mandi di setiap lantai, kantin, UKS, bahkan studio klub fotografi. Tetapi nihil, gadis itu belum juga ditemukan.

Hanya studio tari yang belum kuperiksa. Terlalu jauh, aku tidak mau tertinggal ujian. Sayang sekali Yoona harus mengikuti ujian susulan.

Sehun mendesah panjang membaca pesan terakhir Krystal. Ia tidak mengerti lagi apa yang dipikirkan Yoona menjelang ujian seperti ini. Bukannya tekun belajar, Yoona malah lebih sering berada di studi tari. Dan Sehun yakin saat ini Yoona sedang ada di sana, berlatih untuk audisinya memasuki Juilliard bulan depan.

Ketika jam makan siang tiba, tanpa menunggu Chanyeol dan Kai, Sehun langsung melejit dari kursinya. Hanya ada satu tujuan dalam benaknya saat ini. Studio tari.

Sehun sudah bersiap-siap mengomeli Yoona panjang lebar ketika pemandangan yang terlihat dari pintu studio yang dibiarkan terbuka menghentikannya. Yoona terbaring telentang di lantai, peluh membasahi sekujur tubuhnya, napasnya masih terlihat memburu. Suara musik masih mengalun memenuhi setiap sudut ruangan. Sehun pun melunak.

Perlahan, ia berjalan mendekat dan mendudukkan diri di sebelah Yoona. Merasakan kehadiran seseorang di sampingnya, Yoona membuka mata. Senyumnya otomatis terkembang begitu ia mengetahui siapa yang sedang duduk di sebelahnya.

“Aneh melihatmu di sini, you know,” kata Yoona.

Sehun hanya mengangkat bahu. “Tempat ini mengintimidasiku.”

Satu alis Yoona terangkat. “Seorang Lee Sehun merasa terintimidasi dengan ruangan penuh kaca seperti ini?”

Sehun memilih untuk tidak menjawab. Ia menatap ke bawah di mana Yoona masih terbaring telentang dengan mata yang terpejam. Beberapa helai rambutnya tampak lepek karena keringat. Tidak tega melihatnya, Sehun pun mengambil handuk di tas Yoona dan mengusap wajah kekasihnya itu dengan lembut.

Mata Yoona langsung terbuka lebar merasakan kelembutan handuk yang menyentuh kulitnya. Ia menahan pergelangan tangan Sehun, menghentikan gerakannya, dan mengubah posisinya menjadi duduk.

“Terima kasih,” bisik Yoona tanpa bisa menyembunyikan binar matanya.

Sehun melanjutkan aktivitasnya sementara Yoona tetap memandang Sehun lekat-lekat. Ketika semua orang berpikir Sehun begitu beruntung mendapatkannya, Yoona malah berpikir sebaliknya. Ia sangat bersyukur memiliki Sehun selama hampir dua tahun ini. Sehun si juara kelas yang merupakan favorit semua guru dan idola banyak murid perempuan di sekolah mereka, Sehun yang terkesan dingin tetapi memiliki sisi hangat dan perhatian yang hanya ia tunjukkan pada orang-orang terdekatnya.

“Dan maaf.”

Sehun menghentikan gerakannya untuk menatap Yoona dengan bingung. Yoona menggigit bibir bawahnya, gestur yang selalu ia lakukan ketika merasa gugup.

“Maaf aku tidak mengikuti ujian hari ini. Audisi sudah dekat dan aku tidak ingin melakukan kesalahan apapun nantinya.”

Mendesah panjang, Sehun meletakkan handuk yang kini sudah lembab oleh keringat Yoona itu. Ia bangkit dan membereskan barang-barang Yoona, lalu menyampirkan tas perempuan itu di pundaknya.

“Ayo, kita tidak punya waktu lama sebelum jam istirahat berakhir. Sebaiknya kau segera mandi. Aku akan membelikanmu sandwich di kantin.”

Yoona tersenyum tipis ketika Sehun meninggalkannya di studio tari sendirian. Selalu saja seperti ini. Setiap kali Yoona menyinggung-nyinggung soal audisi, Sehun pasti akan segera mengalihkan pembicaraan. Pada awalnya Yoona sama sekali tidak mempermasalahkan hal tersebut, tetapi sikap Sehun belakangan ini membuatnya kebingungan.

 

Lama-lama, Yoona makin tidak bisa membaca sikap Sehun. Terlebih setiap kali topik audisi Juilliard itu terangkat.

Seperti ketika Yoona dan Sehun sedang mengobrol di telepon dan tiba-tiba Yoona mengangkat topik tentang audisinya yang hanya tinggal dua minggu lagi.

“Aku dengar banyak sekali penari profesional yang gagal masuk ke Juilliard. Standard mereka begitu tinggi. You think I can make it?” tanya Yoona khawatir.

“Aku tidak tahu,” begitulah jawaban Sehun, dan itu bukanlah jawaban yang Yoona inginkan. Ia hanya ingin Sehun memberinya semangat, meyakinkannya bahwa ia akan melewati audisi ini dengan hasil yang memuaskan. Bukan malah bersikap tak acuh seperti ini.

Seolah-olah itu tidak cukup, Sehun langsung memutuskan untuk menghentikan obrolan mereka. “Aku harus belajar untuk ujian besok, Yoong. Sampai ketemu besok pagi, oke?”

Sampai sekarang pun, Yoona masih dibuat bingung dengan segala sikap dingin Sehun. Ia memang masih perhatian, masih kekasih yang baik untuknya, tetapi ia mendadak berubah menjadi seseorang yang dingin dan tidak Yoona kenal begitu Yoona menyinggung masalah Juilliard.

“Ada masalah?”

Yoona membalikkan tubuh dan mendapati Donghae memasuki dapur. Gadis itu mengernyitkan kening mendapati Donghae berkeliaran di dalam rumah tanpa baju.

“Yah! Apakah kau tidak punya baju?” protes Yoona keras. Walaupun Donghae sudah ia anggap sebagai kakaknya sendiri, Yoona tetaplah perempuan yang akan merasa malu jika disuguhi pemandangan seperti itu.

Donghae terkekeh. Ia mengambil gelas dan menyodorkannya pada Yoona. Tanpa disuruh, Yoona menuangkan air putih dingin yang botolnya tengah ia genggam erat sejak tadi.

“Kau tidak akan ke dapur dan mencari air dingin jika kau tidak ada masalah. Apakah si bodoh itu berbuat kesalahan?”

Yoona menggeleng pelan. Donghae melirik gadis di sampingnya yang saat ini sedang menundukkan kepalanya, terlihat terganggu dengan sesuatu.

Donghae mendesah dan meletakkan gelasnya. Ia menarik kursi dan mendudukkan diri tepat di samping Yoona.

“Ceritakan padaku.”

“Tidak ada apa-apa, Oppa. Aku baik-baik saja.”

“Ada masalah dengan Sehun?” selidik Donghae.

“Sudah kubilang-“

“Jika memang tidak ada masalah, saat ini Sehun pasti akan menghampiri kita dan menyuruhku memakai baju sebelum mengusirku jauh-jauh karena menganggap aku menganggu waktu kalian,” repet Donghae panjang lebar.

Yoona mengutuk Donghae dalam hati karena terlalu mengerti dirinya. Namun yang ia lakukan justru hanyalah tersenyum kecil.

“Kau memang harus segera memakai baju, Oppa.” Yoona terkekeh kecil, berusaha mengalihkan pembicaraan.

Donghae mengangkat sebelah alisnya. Dan setelah adu tatap yang cukup lama, Yoona pun akhirnya menyerah. Sekuat apapun ia berusaha, ia tidak akan pernah bisa menyembunyikan apapun dari Donghae.

“He’s been acting weird lately.”

“Aneh bagaimana?”

Yoona tampak ragu-ragu menjawab. “Ia seperti tidak suka ketika aku mengangkat topik soal audisi atau Juilliard. Ia akan selalu mengalihkan pembicaraan, atau berpura-pura tidak mendengar.”

Donghae mengerutkan kening, bingung. Namun sepertinya ia tahu alasan adiknya bersikap demikian.

Tetapi demi menenangkan gadis yang sudah ia anggap adik kandung ini, Donghae pun hanya menanggapinya sambil lalu. “Kau tahu bagaimana Sehun menjelang ujian, Yoona. Ia akan terlihat semakin serius sampai Appa pun tidak berani mengeluarkan lelucon di depannya.”

Donghae tertawa dan mau tidak mau Yoona ikut bersamanya. Namun masih ada sesuatu yang mengganjal dalam hatinya. Benarkah Sehun hanya terkena sindrom panik menjelang ujian? Demi apapun, kekasihnya itu tidak perlu panik! Tanpa belajar gila-gilaan pun pasti ia lulus dengan nilai gemilang. Sekelebat pemikiran bahwa Sehun tidak menyukai gagasan Yoona untuk masuk Juilliard pun terlintas di pikirannya. Yoona cepat-cepat berusaha mengenyahkannya dari pikiran. Sehun pasti akan selalu mendukungku atas keputusan apapun yang aku buat, batin Yoona menenangkan dirinya sendiri.

Well, does he? Sisi lain hatinya berkata.

Yoona mendesah panjang. Tiba-tiba merasa lelah, ia meletakkan dahinya di atas permukaan kitchen counter yang dingin dan menarik napas berkali-kali.

Donghae menepuk-nepuk punggungnya untuk menenangkan sebelum undur diri dan memberi waktu bagi Yoona untuk menyendiri.

 

“Sehun, be honest with me,” ucap Yoona begitu ia kembali ke kamar Sehun setelah berdiam diri cukup lama di dapur.

Sehun mengangkat wajahnya dari tumpukan buku yang terbuka di atas tempat tidur dan menatap Yoona dengan bingung.

“Jujur tentang?”

Yoona mengembuskan napas pelan. Ia berjalan mendekat dan duduk di tepi ranjang, kedua mata menatap Sehun dalam-dalam, mencoba membaca kekasihnya.

“Apakah kau tidak setuju aku masuk Juilliard?” tanya Yoona pelan-pelan. Yoona mati-matian berharap agar Sehun langsung menyanggah. Namun, reaksi yang ia dapatkan justru makin membuat hatinya terguncang.

Sehun terdiam membeku. Ia hanya bisa menatap Yoona dengan kedua mata cokelat yang sangat Yoona sukai. Keheningan mulai menyelimuti kedua insan ini.

“Sehun?” tanya Yoona sekali lagi ketika Sehun tidak juga menjawab pertanyaannya.

“Yoong, kurasa ini bukan saat yang tepat untuk menbahas hal lain selain ujian,” jawab Sehun akhirnya. Ia kembali terlihat menyibukkan diri dengan buku pelajarannya sementara Yoona menahan air matanya.

“Katakan yang sejujurnya, Sehun.”

Sehun menghela napas panjang. Ia meletakkan bukunya dengan kasar dan menatap Yoona. Sebuah tatapan yang tidak Yoona kenali. Mata itu terlihat dingin dan menyimpan begitu banyak kemarahan. Yoona bisa merasakan matanya mulai menghangat ketika air mata mulai menggenangi sudut-sudut matanya.

“Kau mau aku menjawab jujur? Then fine,” jawab Sehun ketus. “Ya, aku tidak setuju kau memilih Juilliard. Sudah berkali-kali kukatakan padamu, Yoona. Banyak major lain yang bisa kau pilih! Mengapa kau harus memilih untuk menari?!”

“Kau tahu mengapa!” Yoona pun mulai meninggikan nada suaranya.

“Tapi apa yang bisa kau andalkan dari menari?! Menari tidak akan bisa menjamin masa depanmu, Yoona!”

Plakk

Mata Sehun membeliak lebar. Pipinya terasa panas menyengat dan ia bisa merasakan telinganya berdengung. Di depannya, Yoona sudah berlinang air mata.

“How dare you! Kau tidak berhak untuk bersikap judgmental! Menari adalah passion-ku, hidupku, segala-galanya untukku! Kau seharusnya tahu itu!!”

“Aku melakukan ini untuk kebaikanmu sendiri, Yoong. Agar kau tak menyesali keputusanmu nantinya!”

Yoona mendengus kasar. Ia mengusap air matanya dengan punggung tangan lalu bangkit dari tempat tidur Sehun.

“Tidak ada gunanya aku di sini. Untuk apa tinggal lebih lama dengan seseorang yang bahkan tidak bisa men-support apapun yang kulakukan?!”

Dengan air mata yang masih mengalir di kedua pipinya, Yoona melepaskan gelang perak pemberian Sehun di ulang tahunnya yang ke-18 dan melemparkannya tepat di depan laki-laki itu.

“Semoga kau hidup bahagia dengan jaminan masa depanmu itu.”

Satu kalimat terakhir itu mengiringi kepergian Yoona. Gadis itu berlari menuruni tangga, mengabaikan Donghae yang berdiri tidak jauh dari kamar Sehun dan keluar dari kediaman Lee. Suara pintu depan yang dibanting dengan keras membuat Sehun menggeram pelan.

“Wow, Sehun.” Tiba-tiba Donghae muncul di kamar Sehun, menatap adiknya tidak habis pikir. “Aku juga pasti akan sangat membencimu jika aku menjadi Yoona.”

“Jangan ganggu aku, Hyung.”

“Kuharap kau cepat-cepat menyadari bahwa kau sebenarnya begitu bodoh.”

Dengan gerakan cepat, Sehun berdiri dan menutup keras pintu kamarnya tepat di depan wajah Donghae. Napasnya memburu akan emosi yang membakar tubuhnya. Ia menjambak rambutnya kuat-kuat, seakan-akan sedang berperang dengan pikirannya sendiri.

“Ugh!” geramnya tertahan.

Namun ia cepat-cepat menarik napas dan mengembuskannya perlahan berkali-kali, berusaha menenangkan diri. Ia melirik buku-buku yang berserakan di atas tempat tidur dan menghela napas panjang.

Tidak ada celah untuk memikirkan hal lain. Seleksi MIT semakin dekat. Masalah Yoona bisa ia selesaikan lain waktu.

Sehun pun kembali ke atas tempat tidur dan berusaha berkonsentrasi dengan soal-soal di hadapannya, seolah-olah kejadian barusan tidak terjadi.

Seolah-olah kekasihnya tidak baru saja pergi, merampas sepotong hatinya.

 

Dua bulan pun berlalu dengan sangat cepat. Hari Senin besok adalah hari ujian akhir murid-murid senior di sekolah Yoona dan Sehun. Semua murid terlihat lebih sibuk dari biasanya. Buku pelajaran mereka tenteng ke manapun mereka pergi. Perpustakaan pun terlihat lebih ramai dari biasanya. Suplemen kesehatan dibagian oleh anggota Student Council bagi para murid yang begadang untuk belajar di perpustakaan sekolah.

Sehun tampak tidak terpengaruh dengan tensi di sekelilingnya. Ia sudah merasa cukup belajar. Ia hanya tinggal me-review sedikit apa yang ia pelajari untuk hari Senin. Jadi, ketika ia menemani Kai dan Chanyeol belajar di kantin, Sehun pun menahan diri untuk tidak menguap bosan. Banyak sekali hal yang bisa ia lakukan selain menemani sahabatnya yang terlewat pemalas ini. Membaca ulang surat penerimaannya dari MIT, misalnya.

Sehun tersenyum kecil mengingat selembar surat yang kali ini ia pajang di bulletin board kamarnya sendiri. Surat penerimaan dari MIT itu datang sebulan yang lalu. Tidak bisa tergambarkan perasaannya waktu itu. Ibunya langsung menangis dan memeluknya, ayahnya terlihat menahan tangis harunya, sementara Donghae mengacak-acak rambutnya tanpa henti. Akhirnya, salah satu mimpinya akan terwujud.

Pesan singkat dari Yoona datang malam harinya. Sehun cukup terkejut melihat nama Yoona berkedip-kedip di layar, setelah satu bulan mereka lepas kontak.

I heard the news. Sudah kuduga, orang-orang di MIT pasti bodoh jika tidak menerimamu. Selamat, Sehun. I’m happy for you.

Sehun pun membalas pesan itu dengan satu kalimat terima kasih dan emoticon senyum di belakangnya.

Hubungan mereka memang sudah berakhir dan kabar itu sempat mengguncangkan sekolah mereka. Bagaimana tidak? Pasangan paling serasi di sekolah tiba-tiba tidak pernah terlihat bersama lagi, dan ketika teman-teman perempuan Yoona bertanya padanya tentang spekulasi berakhirnya hubungan Yoona dan Sehun, Yoona pun mengiyakan. Keduanya menjadi canggung. Yoona berusaha keras mengindarinya, dan Sehun kembali menenggelamkan dirinya di antara buku-buku pelajarannya, berusaha menulikan telinga dari desas-desus di sekitarnya.

Tidak lama setelah surat penerimaan itu, kabar pengumuman Juilliard pun kembali santer di sekolah. Suatu pagi Sehun menyempatkan diri membaca daftar nama calon mahasiswa Juilliard dari sekolahnya di papan pengumuman dan tidak terkejut mendapati nama Yoona di daftar teratas. Dari 7 murid yang mendaftar, hanya 2 yang diterima. Dan Yoona adalah salah satunya. Gadis itu benar-benar mendapatkan apa yang ia impikan selama ini.

Congrats J

Sehun pun mengirimkan ucapan selamat sore itu.

Thanks J

Balasan Yoona datang tidak lama kemudian.

“Yah, Lee Sehun! Daripada melamun seperti itu, lebih baik kau membantu kami berdua!” sungut Kai yang tidak juga mengerti akan materi yang dibacanya. Ujian akan berlangsung besok Senin dan ia masih merasa tidak mengerti apa-apa.

Sehun mendengus. “Aku sudah menawarkan untuk mengajari kalian sejak satu bulan yang lalu dan kalian menolak. Rasakan sendiri akibatnya.”

Daripada harus mendengarkan keluhan dari sahabat-sahabatnya itu, Sehun pun memutuskan untuk mengunjungi ruang klub fotografi yang sudah lama tidak ia kunjungi. Di jam-jam seperti ini biasanya ruang klub fotografi akan sepi. Ketertarikan sesaat pada fotografi berhasil membuat Sehun mendaftarkan diri ke klub ini ketika ia menjadi murid baru di sini. Dan di klub inilah ia bertemu dengan Yoona, gadis dengan senyum lebar dan pembawaan yang ceria. Hingga akhirnya keduanya disibukkan dengan kegiatan lain; Sehun dengan segala bukunya dan Yoona dengan klub dance, dan jarang berkumpul dengan anggota yang lain.

Entah Tuhan sedang memberinya kesempatan untuk bertemu Yoona untuk terakhir kalinya atau memang hanya kebetulan, Yoona juga sedang berada di ruang fotografi, terlihat tengah melihat-lihat galeri di salah satu dinding ketika Sehun membuka pintu.

Yoona membalikkan tubuh dan membeku seketika. Matanya mengerjab. Ia tidak tahu harus bersikap bagaimana.

“Hey,” dan akhirnya, Sehun memutuskan untuk memecah kecanggungan di antara mereka.

Yoona membalas sapaan Sehun dengan senyum singkat sebelum kembali ke bingkai-bingkai foto di hadapannya.

Sehun berjalan mendekat dan berdiri tepat di samping Yoona, ikut mengagumi foto-foto yang ditempel di dinding. Sehun ingat ia pernah memiliki keinginan agar suatu saat fotonya akan digantungkan di dinding ini, tetapi impiannya harus pupus karena ketertarikannya pada fotografi yang ternyata tidak berlangsung lama.

“Aku pernah bermimpi fotoku akan digantung di sini,” gumam Sehun. Matanya menerawang penuh nostalgia.

Yoona lagi-lagi tersenyum. “Semua pasti pernah bermimpi seperti itu.”

Dan keduanya kembali terdiam, tenggelam dalam nostalgia. Tempat ini menyimpan begitu banyak kenangan.

“Juilliard, huh?”

“Yep,” Yoona mengangguk.

Sebelum Sehun sempat berkata-kata lagi, Yoona membalikkan tubuhnya untuk menghadap Sehun. Ia tersenyum simpul.

“Good luck di tempat barumu, Sehun. Aku yakin kau akan menjadi yang terbaik. Like you always have been.”

Yoona melemparkan satu senyuman terakhir dan berlalu dari hadapan Sehun. Sehun menatap punggung Yoona sebelum ia menghilang di balik pintu.

“Good luck for you too, Yoona,” bisiknya kepada angin.

 

 

To be continued…

 

****

 

Hai-hai!! Udah lama banget rasanya gak nulis Yoonhun. Sebenernya punya banyak ide tapi gak pernah selesai nulisnya. Selalu kena writer’s block. Kalau kalian belum tahu, aku juga pernah nulis 2 FF Yoonhun di sini, Letting You Go sama Green-eyed Monster. Kuharap kalian juga suka yang ini. Aku tunggu komentarnya yaaa see you on the next chapter!

 

72 thoughts on “[Freelance] Contented (Part 1)

  1. Ahhh aku suka ff ini.. sllu sk dgn couple yoonhun.
    Hmm sdih sih knp mrk hars putus pdhl aku yakin mrk msh saling mnyukai…

  2. Baru baca nih ff setelah tahu ada part.2nya jadi nyari dulu part satu deh kk..
    Sayang ya Yoona Sehun putus, kenapa Ohse ga suka banget kalo Yoona masuk julliard ya.,,
    Oke deh tak lanjut baca part 2 dulu 😉

  3. WELCOME BACK! AUTHOR JJANG! padahal cuma 1 chapter tapi, feel nya dapet kaya sehun sama yoona emang udah lama, daebak! mantan ketemu mantan eeciyee

  4. Wah, ap yg bakal terjadi sma yoonhun?? Mreka memutuskan untuk mengambil jalan masing2.. baguss niehh FF nya.. Ide ceritanya aq ska. Smoga cepet d lanjut next partnyaa

  5. Keren thor. Greget sendiri bacanya,itu kenapa yoonhun malahan putus -_- Menurutku disini sehun egois bgt,klau jdi yoona aku pasti jga pilih putus. Huh sehun nyebelin sumpah disini.
    mereka sama2 masuk universitas yg diinginkan,pgn tau kelanjutan hubungan mrka nnti.. Lanjut thor,ditunggu chapt 2 nya ^^

  6. Kereenn gilaa
    bisa kepikiran gni alurnya thor, penasaran sama kelanjutannya, Sehun yang bakal kangen sama Yoona karena beda unive atau Yoona yang jadi staljer nya Sehun ∩__∩

    next chap ditunggu banget loh thor :v

  7. Keren unn
    Sumpah, ni dapet banget feelnya
    Next chapter nya jangan lama2 unn
    Berharap YoonHun bisa secepatnya kembali bersama lagi . .
    Yoonhun couple saranghaeeeeeee

Comment, please?