(Freelance) Oneshot : Uncertain

Screenshot_2014-12-07-12-43-50[1]

Author: Catur Anggraheni

Length: Oneshoot?

Rating: G

Genre: Romance

Main Cast: Oh Sehun, Im Yoon Ah, Xi Luhan

Disclaimer : Terima kasih, sudah mau membaca^^

.

.

.

Pesta tampak meriah. Semua bergembira. Saling tertawa saat mengingat kembali masa masa sekolah mereka dulu. Para pelayan dengan lincah menuangkan wine di antara gelas gelas kaca yang sudah kosong. Tapi gadis berambut hitam itu tampak berbeda. Ia tak ikut berbaur dengan teman teman lamanya. Seakan akan ia mempunyai dunia sendiri yang orang lain tak tahu. Tiba tiba saja seorang laki laki berparas tinggi dan berkulit kulit pucat menghampirinya. Membuyarkan semua lamunan gadis itu.

“Im Yoona?” ucap laki laki berparas tampan bak vampire tersebut. Gadis bernama Yoona itu segera membalikkan badannya dan melihat ke arah laki laki tersebut.

Oh Sehun. Batinnya. Sudah lama sekali.

Laki laki bermarga Oh itu lalu mengayun ayunkan tangannya, ke depan wajah gadis manis itu. Gadis itu segera tersadar.

“Hei, mengapa kau melamun?”

Aku terkejut karena kehadiranmu, bodoh. Batin gadis itu.

“Seharusnya kau menanyakan kabarku dan bukannya bertanya mengapa aku melamun.” Jawab gadis itu singkat. Seakan ingin menyudahi percakapan mereka yang canggung. Oh Sehun, laki laki itu masih sama seperti dulu. Tidak peka.

“Ah, maafkan aku.” Ucap laki laki itu kemudian, wine yang ada ditangannya ia teguk sedikit.

“Seharusnya kau mengatakan itu bertahun tahun yang lalu.” Setelah mengucapkan kata kata itu. Gadis itu terkekeh pelan. Lucu sekali. Untuk apa ia meminta permintaan maaf dari laki laki yang telah meninggalkannya. Dulu.

“Nah, jadi Nona Im, apa kau masih marah padaku? Ayohlah. Sudah lama sekali” ucap Sehun, Yoona diam saja. Sudah ia bilang kan, bahwa ia ingin segera mengakhiri percakapan konyol ini.

“Sebentar lagi menjadi Xi. Margaku. Lusa aku menikah, kau bisa datang walau tanpa undangan. Di Royal Botanic Garden.” kata kata itu meluncur begitu saja dari mulut kecil gadis itu. Seakan akan ia ingin Oh Sehun tahu bahwa ia sudah ada yang memilikinya, dan sebentar lagi ia akan melaksanakan pernikah-

“Wow.. wait? Kau akan menikah? Aku tak percaya. Tapi selera bagus juga. Ake dengar tempat itu menyenangkan.” Yoona sekali lagi mengeryitkan dahinya. Seharusnya ia mengikuti kata hatinya tadi untuk tidak pergi, tapi laki laki bodoh itu. Xi Luhan. Malah menyuruhnya untuk datang dengan iming-iming ia akan menemaninya. Tapi, mana laki laki itu sekarang? Tak kelihatan batang hidungnya. Yoona tak pernah mengerti mengapa laki laki China itu mudah sekali bersosialisasi. Padahal ia tahu bahasa inggrisnya tidak bagus.

“Kau melamun lagi”

“Kau bicara yang tak penting lagi”

Untuk sesaat yang terdengar hanyalah lagu jazz yang asing di telinga Yoona.

“Mau berdansa, Nona Im?” ajak laki laki itu. Di lantai dansa, taman teman SMA mereka dulu berdansa. Ada yang bersama suami/istri mereka masing masing, atau kekasih mereka. Otak Yoona mengatakan tidak, tapi hei lihat tubuhnya malah berdiri. Sepertinya, hatinya kali ini menang. Dan dengan lembut, Oh Sehun membawa Yoona ke ruang dansa. Harusnya ia tidak seperti ini. Cincin manis itu masih bertengger di jari manis gadis itu. Tapi, salah Luhan sendiri mengapa meninggalkan Yoona.

Yoona sudah lupa bagaimana caranya berdansa. Luhan selalu tidak mau diajak berdansa. Ia bilang itu adalah hal paling bodoh di dunia. Tapi, laki laki ini mengajak dan membimbingnya berdansa di ubin kayu tersebut. Sesekali Yoona melakukan kesalahn. Tapi laki laki itu hanya tersenyum.

“Gerakanmu kaku sekali Nona Im”

“Aku tahu.” Oh Sehun hanya tersenyum. Lagi.

Shit! Batin Yoona. Lagu ini. Mengapa harus lagu ini?

Martina McBride – My Valentine

“Oh, bagus sekali. Kau masih ingat lagu ini Nona Im?” ucap laki laki itu sambil mengeratkan tubuh mereka.

Tentu saja aku ingat. Aku ingat betul.

Tapi Yoona hanya diam saja. Pikirannya malah menjelajah ke masa masa beberapa tahun silam.

Hari itu kota London ditutupi oleh awan hitam. Rintik rintik hujan turuh dari gumpalan awan tersebut. Gadis bernama Im Yoona itu mendecak kesal. Ia lupa membawa payung. Walaupun hanya rintik, tapi Yoona paling anti dengan yang namanya basah. Basah membuatnya tak nyaman dan mudah marah. Yoona masih terjebak di sekolahnya. Beberapa murid sudah pulang dengan payung mereka masing masing. Ada juga yang nekat menerobos. Thomas, teman sekelasnya yang ia tahu sudah lama menyukainya sempat mengajaknya pulang tadi. Tapi, ia menolak. Ia tidak suka merepotkan orang lain. Terlebih, jika orang lain tersebut membantu dengan mengharapkan sesuatu. Toko musik di depan sekolahnya masih dengan setia memutarkan musik musik indah yang Yoona selalu kagumi. Musik musik itu seakan ingin melawan hujan.

“Hei, ingin berdansa dibawah hujan?” Suara laki laki disamping Yoona mengagetkannya. Laki laki itu muncul seperti hantu.

“Tidak.Aku benci basah.”

“Mengapa?”

“Basah membuatku tak nyaman dan mudah mar- Hei! Kau berbahasa korea!” Dengan segera Yoona menolehkan kepalanya menghadap laki laki itu. Bukannya menjawab pertanyaannya laki laki itu malah berkata,

“Sayang sekali, padahal 70 % dari tubuhmu air. Mengapa harus benci basah.” Perkataan laki laki disampinya membuat Yoona tertegun. Benar juga. Mengapa ia harus benci basah?

“Hmm.. Baiklah” Walau tak yakin tapi Yoona malah mau mengikuti laki laki itu ke tengah lapangan dan berdansa disana. Dibawah hujan. Secara samar lagu dari toko musik seberang terdengar.

Martina McBride – My Valentine

“Namaku Oh Sehun”

“Im Yoona”

“Senang bertemu denganmu”

Yoona tersenyum. Rintik rintik hujan perlahan membasahi tubuhnya. Tapi, rasanya tak menjengkelkan seperti biasanya. Ia malah menikmati tetes tetes air itu.

“Senang berdansa denganmu”

And even if the sun refused to shine
Even if romance ran out of rhyme
You would still have my heart until the end of time
You’re all I need my love, my valentine

All of my life
I have been waiting for all you give to me
You’ve opened my eyes
And shown me how to love unselfishly

Tanpa sadar Yoona menggumankan lagu itu. Tidak hanya Yoona, Oh Sehunpun menyanyikannya. Semua tampak sangat indah sekarang. Dua insane itu masih terus berdansa sampai akhirnya lagu itu terhenti dan,

 

.

.

.

 

“Yoong?” Suara laki laki berwajah imut itu mengagetkan mereka. Yoona segera melepaskan dirinya dari Sehun.

 

“Ah, Luhan oppa” ucap Yoona canggung. Sedangkan Oh Sehun? Laki laki itu malah menatap Luhan dari atas hingga bawah. Seakan menilai apa lebihnya laki laki itu dibandingnya.

 

“Hmm.. Apa aku mengganggu?” ucap Luhan sambil tersenyum. Senyum itu. Senyum itulah yang membuat Yoona rapuh. Luhan, mengapa kau baik sekali? Batin Yoona.

 

“Tentu saja tidak. Mari kita pulang oppa,” ajak Yoona kemudian.

Selamat Tinggal Tuan Oh.

 

.

.

.

 

Luhan sekali lagi memperhatikan tunangannya yang sedang melamun. Ya Tuhan, mengapa tunangannya itu hobi sekali melamun? Batin Luhan. Mereka bahkan sedang berada di Toko Gaun Pengantin sekarang.

 

“Yoong, kau tidak mau mencoba gaunmu dulu?” ucap Luhan. Yoona tersadar.

 

“Ah, tidak perlu. Gaunnya pasti indah. Aku ingin oppa melihatku memakainya nanti di Pernikahan kita, dan whoaaaa surprise, kau akan terkejut melihat kecantikanku.” Ucap gadis itu sambil tertawa. Tapi, Luhan merasakan sesuatu yang berbeda dari tawa gadisnya. Sejak reuni itu. Ia berubah.

 

Im Yoona, aku bahkan tak yakin apa kau benar benar ingin melaksanakan pernikahan ini. Batin Luhan.

.

.

.

 

Restaurant bergaya perancis itu tampak lenggang. Yoona dan Luhan menikmati makan malam mereka dalam diam. Yoona sibuk dengan pikirannya sendiri, dan Luhan sibuk menebak isi pikiran gadis yang ada di depannya saat ini.

 

“Yoong,”

 

“Nde?”

 

“Kau baik baik saja?”

 

“Kau ini bicara apa oppa? Tentu saja aku baik.” Ucap Yoona, Beef Bourguignon yang tadi di pesannya tak ia sentuh sedikit pun.

 

“Kau tidak baik baik saja.”

 

“Kau ti-”

 

“Kau memikirkan laki laki yang ada di reuni waktu itu, bukan?” balas Luhan telak. Yoona terdiam. Tidak bisa dipungkiri bahwa Luhan benar, beberapa menit yang dilewatinya bersama Oh Sehun membuat pikirannya tak karuan. Oh Sehun, laki laki itu memang selalu bisa membuat hati Yoona berantakan.

 

“Temuilah dia.” Ucap Luhan membuat Yoona kaget. Ia sudah tidak tahan lagi. Tubuh Yoona menegang, suaranya bergetar.

 

“Kau tahu oppa, mengapa aku begini? Ya, kau benar. Karena Oh Sehun. Karena laki laki bodoh itu. Oppa, kumohon berhentilah menjadi orang yang terlalu baik. Kau tahu seharusnya kau memarahiku waktu kau memergokiku berdansa dengannya, harusnya kau tidak menyuruhku untuk pergi ke reuni sialan itu, dan seharusnya kau tidak meninggalkanku disana. Dengan caramu yang seperti itu, kau membuatku ragu oppa. Kau..kau seharusnya meyakinkanku. Aku.. butuh waktu.”

 

Yoona lalu pergi meninggalkan laki laki bernama Luhan itu. Yang ditinggalkan tak bisa apa apa. Padahal ia mau menunjukkan Yoona sesuatu. Ia mau Yoona melihatnya bermain gitar. Dari dulu, Yoona selalu ingin Luhan memainkan gitar untuknya. Luhan berusaha keras untuk itu. Tak mudah untuk mengambil waktu di tengah tengah kesibukannya sebagai seorang direktur.

 

Tapi, sekarang semuanya hancur. Luhan menghela nafas. Haruskah ia mengejarnya? Tidak. Yoona bilang, ia butuh waktu sendiri.

.

.

.

 

Yoona duduk di salah satu bangku yang terdapat di sekolah itu. Sekolah tampak sepi, tentu saja. Ini sudah malam. Matanya memerah. Wajahnya pucat. Sudah 3 tahun ia tidak ke London dan ia tak tahu harus kemana selain ke hotel tempatnya bersama Luhan menginap. Mau ke Edinburg? Yang ada keluarganya akan panic melihat keadaan si Pengantin Wanita. Jadi, ia memutuskan untuk datang ke sekolah tua ini. Sedari tadi, ia tak berhenti menangis. Ia bingung.

 

“Jadi, laki laki itu membuatmu menangis?” ucap sebuah suara. Yoona tahu, siapa si pemilik suara itu. Oh Sehun. Kemudian dengan santai ia duduk di samping gadis itu.

 

“Mengapa kau ada disini?” Ucap Yoona sambil mengusap cepat air matanya.

 

“Aku punya kebiasaan jogging malam hari Nona Im, dan sekolah ini menjadi tempat favoritku. Ah, ternyata kau sudah lupa.” Yoona mendengus kasar. Ia tidak lupa. Ia hanya tak bisa berfikir jernih sekarang. Ia mengingat baik setiap detail diri Oh Sehun. Oh Sehun yang selalu terbangun pukul 03.05 pagi, Oh Sehun yang memakan sandwitch tanpa tomat, Oh Sehun yang tak pernah mengerjakan tugas sekolah di rumah. Dan hal hal kecil lainnya yang tak pernah bisa Yoona lupakan. Yah, mungkin benar kata orang. First Love Never Die.

 

“Kau harus bertanggung jawab.” Ucap gadis berambut hitam itu sambil menatap bintang di langit yang saat itu jumlahnya tak seberapa

 

“Kenapa? Aku tidak menghamil-”

 

Pletak. Satu jitakan berhasil mendarat di kepala laki laki berambut blonde tersebut.

 

“Yak, bukan seperti itu. Kau membuatku ragu kau tahu?” Oh Sehun lalu tertawa kecil. Sudah ia duga. Siapa yang bisa menolak pesona seorang Oh sehun? Pikirnya. Sehun lalu memperhatikan Yoona yang duduk disampingnya. Wajah gadis itu terlihat kalut dan bingung.

 

“Im Yoona, kau tahu kisah Plato yang mencari cinta?”

 

Yoona menggeleng.

 

“Yak, harusnya kau tahu cerita itu sebelum kau mau menikah.” Ucap Sehun menatap gadis bermata seperti rusa disampingnya.

 

“Ceritakan padaku.”

 

“Apa?”

 

“Kisah Plato yang mencari cinta itu.”

 

“Aish, baiklah.Kau perlu membayar untuk ini. Suatu saat nanti aku pasti menagihnya.” Lalu Sehun mulai bercerita.

Suatu ketika plato terlibat perbincangan dengan dengan gurunya. Plato menanyakan makna Cinta dan gurunya pun menjawab “Masuklah kedalam hutan, pilih dan ambilah satu ranting yang menurutmu paling baik, tetapi engkau haruslah berjalan kedepan dan jangan kembali kebelakang. Pada saat kau memutuskan pilihanmu, keluarlah dari hutan dengan ranting tersebut”.

Maka masuklah plato kedalam hutan dan keluarlah Plato tanpa membawa sebatang ranting pun. Gurunya pun bertanya, maka jawab Plato menjawab “Saya sebenarnya sudah menemukan ranting yang bagus, tetapi saya berpikir barangkali didepan saya ada ranting yang lebih baik. Tetapi setelah saya berjalan kedepan ternyata ranting yang sudah saya tinggalkan tadilah yang terbaik. Maka saya keluar dari hutan tanpa membawa apa-apa.”

Guru itupun berkata “Itulah cinta”. Kita selalu ingin mencari yang terbaik, terindah dan sesuai dengan yang kita harapkan….namun tanpa sadar justru kita tidak mendapatkan apa-apa, sementara waktu akan terus berjalan.

Lalu plato pun bertanya apakah makna pernikahan? Gurupun menjawab “Sama seperti ranting tadi, namun kali ini engkau haruslah membawa satu pohon yang kau pikir paling baik dan bawalah keluar dari hutan.”

Maka masuklah plato kedalam hutan dan keluarlah plato dengan membawa pohon yang tidak terlalu tinggi juga tidak terlalu indah. Gurunya pun bertanya, maka jawab Plato “Saya bertemu pohon yang indah daunnya, besar batangnya…. tetapi saya tak dapat memotongnya dan pastilah saya tak mampu membawanya keluar dari dalam hutan….akhirnya saya tinggalkan. Kemudian saya menemui pohon yang tidak terlalu buruk, tidak terlalu tinggi dan saya pikir mampu membawanya karena mungkin saya tidak mungkin menemui pohon seperti ini didepan sana. Akhirnya saya pilih pohon ini karena saya yakin mampu merawatnya dan menjadikannya indah”

Lalu sang guru berkata “Itulah makna pernikahan”. Begitu banyak pilihan didepan kita seperti pohon-pohon dan ranting-rantingnya didalam hutan. Tapi kita mesti menentukan satu pilihan karena kesempatan itu hanya satu kali.

Kau paham sekarang?” ucap Sehun mengagetkan Yoona. Yoona menggeleng pelan. Bibir pink gadis itu mengkerucut.

Pletak. 1-1 sudah.

“Kau bodoh sekali.” Yoona hanya meringis.

“Kau tega sekali.” Giliran Sehun yang meringis.

1 detik…2 detik…3 detik…

“Luhan itu.. Dia lelaki yang baik.” Sehun lalu menghela nafas. Seakan tak rela mengatakan kata kata barusan. Yoona lalu melihat ke arah bahu Sehun. Matanya seakan meminta izin pada Sehun. “Bolehkah?” Sehun hanya menggangguk.

“Aku tahu.”

“Ia mencintaimu.”

“Aku tahu.”

“Ia laki laki paling beruntung.”

“Aku tahu.”

“Kau pantas bersamanya.Harusnya kau disana bersamanya bukan disini bersamaku.”

“Aku..juga tahu” Yoona lalu menarik kepalanya dari pundak Sehun. Lalu menghela nafas.

“Lantas mengapa kau masih disini?”

“Aku tahu. Kau ingin aku pergi? Oh God sepertinya semua laki laki menginginkanku pergi.” Yoona lalu berdiri dari tempat duduk yang ia duduki tadi. Merapikan bajunya, lalu menyesap sekali lagi wajahnya.

“Oh Sehun terima kasih. Kau tahu, kau selalu bisa menjadi..teman yang baik. Aku akan kembali.” Ucap Yoona.

“Baiklah, aku pergi dulu. Sekali lagi terima kasih. Selamat Tinggal. Semoga malammu menyenangkan Tuan Oh,” Ulang Yoona. Kali ini sambil mencium pipi kanan Sehun. Sehun masih terpaku di tempatnya. Yah, mungkin ini yang terakhir.

.

.

.

Yoona memutuskan untuk pulang ke hotel dan meminta maaf pada Luhan. Ia memilih untuk menggunakan taksi agar lebih aman. Seharusnya memang begitu bukan?

Ditengah perjalanan lagu Perfect Two dari Auburn mengalun dengan indah menandakan ada telfon masuk.

Luhan Eomma’s Calling

“Yoboseyo? Nde eomma? Hah? Nde..Nde..Anyyeonghaseyo.” Yoona lalu memutuskan sambungan telfon tersebut. Eomma baru saja memberitahu Yoona bahwa Luhan tidak dapt dihubungi. Jantung Yoona seketika rasanya ingin keluar. Ia khawatir. Dengan jari bergetar ia menyentuh touchscreen handphonenya dan mencoba untuk menghubungi Luhan. Luhan kau dimana?

Nomor yang anda tuju sedang tidak ak-

Tsk. Suara operator itu terdengar sangat menjengkelkan sekarang. Tak terasa Yoona sudah tepat berada di depan hotel. Tak dihiraukannya si Doorman yang melihatnya bingung. Ia sedang kalut. Dengan segera, ia mengetuk pintu kamar hotel Luhan.

Cklek

Tidak dikunci. Yak! Apa yang laki laki itu pikirkan? Tidak mengunci kamar. Apa ia mau berkas berkas kesayangannya itu hilang?

Mata Yoona segera menggeledah ke seluruh arah ruangan. Tapi, hasilnya nihil. Kamar mandi, mini diningroom. Kosong. Airmatanya jatuh lagi. Ia memanggil manggil Luhan seperti orang gila.

“Luhan oppa, Luhan oppa!Luh-”

“Yoong?” panggil sebuah suara. Yoona terkesiap. Dengan segera ia membalikkan badannya. Ada Luhan disana. Dengan kemeja putih yang 2 kancing diatasnya sudah terbuka, ia terlihat berantakan. Namun, Yoona tak peduli. Dengan cepat Yoona memeluk Luhan. Erat. Mungkin Yoona sedang mengalami apa yang dikatakan orang-orang. Ragu menjelang pernikahan.

“Kau dari mana? Aku mencarimu. Jangan pergi,” ucap Yoona terisak. Pelukan itu masih belum terlepas.

“Jangan menangis” ucap Luhan mengelus elus punggung Yoona.

“Mian-” Belum selesai kata kata tersebut keluar dari mulut Yoona, Luhan sudah memotongnya.

“Tak apa” Akhirnya pelukan itu terlepas. Dengan lembut Luhan mengusap airmata gadis itu.

“Jawab aku. Kau darimana? Mengapa ponselmu tidak aktif?”

“Kupikir kau butuh waktu sendiri” Yoona tertohok. Benar. Ia kan yang meninggalkan Luhan tadi.Yoona lalu tertawa kecil. Menertawakan kebodohannya.

“Yoong, maafkan aku. Karena meninggalkanmu kemarin.”

Luhan menghela nafas. Lalu tertunduk menatap lantai. Yoona masih setia mendengarkan ucapan laki laki itu. Yoona tahu Luhan ingin mengatakan hal lain.

“Kupikir.. kau butuh waktu untuk berkumpul dengan teman temanmu. Yah, kau tahu. London dan Seoul cukup jauh jadi, aku pikir kemarin kesempatanmu untuk berkumpul dengan teman temanmu. Dan soal Oh Sehun. Maafkan aku. Aku hanya ingin memberikan kesempatan terakhir kepadanya. Karena lusa, Aku ingin kau menjadi milikku seutuhnya Yoong.”

Yoona sekali lagi tertegun. Yoona menyesal mengapa ia bisa tidak sadar dengan perlakuan Luhan. Yah, tentu saja.Inikah yang disebut kebebasan sebelum menikah? Ya. Pasti itu maksud Luhan.

Yoona tertawa. Ia sering mengatai Sehun yang tidak peka. Kenyataannya? Ia sendiri juga sama sekali tak peka.

.

.

.

Aku mencintainya. Gadis itu. Gadis yang dengan bodohnya ragu atas pernikahannya sendiri. Tapi aku merelakannya, karena aku tahu, ia mencintainya –Oh Sehun–

Aku mencintai Luhan. Laki laki yang membiarkanku menemui cinta pertamaku sebelum kami menikah. Tapi, hei! Itu hal yang manis bukan?”–Im Yoona–

Aku mencintai Yoona. Gadis itu, bodoh sekali. Ia ragu menjelang pernikahan kami. Tapi, aku yakin semua orang pasti mengalami hal itu –Xi Luhan–

43 thoughts on “(Freelance) Oneshot : Uncertain

Comment, please?